Menikah dengan orang asing sudah bukan suatu hal yang asing, terlebih di zaman teknologi informasi sekarang ini, di mana orang dari satu negara bisa dengan gampang berhubungan dengan orang di negara lain melalui internet (email, chat, blog, facebook, forum, dsb) atau telepon.
Pertemuan dua orang berbeda bangsa dan budaya ini tentu saja membawa masalah tersendiri. Tantangan pertama tentu saja adalah bahasa. Jangankan pernikahan antara dua orang dari negara bebeda dengan bahasa yang berebeda. Pernikahan sesamam bangsa dengan bahasa yang berbeda saja dapat menimbulkan masalah.
Tantangan kedua yang sering ditemui dan terkadang jarang dipikirkan oleh pasangan yang akan melakukan emigrasi adalah penyesuaian diri dengan budaya setempat. Misalnya saja banyak perempuan Indonesia yang sebelum menikah dan pindah ke negara calon/suami sudah memiliki pekerjaan yang baik di Indonesia serta memiliki pendidikan yang cukup tinggi, setibanya di negara calon/suami tidak bisa dengan leluasa mengembangkan karir atau bakat mereka. Dalam banyak kasus, situasi ini pada akhirnya dapat menimbulkan konflik dan masalah dalam diri perempuan itu sendiri.
Demikian Dian Paramita, pengamat perkawinan antar bangsa antara pasangan perempuan Indonesia dengan pria barat khususnya Belanda. Mantan dosen Ilmu Sosial dan Politik jurusan sosiologi di Universitas Gajah Mada Jogyakarta ini juga menikah dengan pria Belanda dan telah tinggal di negeri kincir angin ini sejak 1998.
Menurutnya, ada sejumlah stereotip mengenai perempuan Indonesia di mata pria Belanda. Stereotip yang tidak sesuai dengan kenyataan ini, yang akhirnya banyak menimbulkan masalah pada pasangan itu.
Rabu, 04 Mei 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar